SELAMAT DATANG DI SULUH PENDIDIKAN

Cahaya untuk Dunia Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik

Minggu, 13 Juni 2010

KEDUDUKAN MEMBACA DALAM KEHIDUPAN

Manusia dikenal sebagai mahluk multidimensional (sudiana, 2006). Sebagai mahluk multidimensional, manusia memiliki banyak sebutan. Beberapa diantaranya adalah sebagai mahluk yang menggunakan simbol (homo symbolicum), sebagai mahluk berpikir (homo sapien), sebagai mahluk politik (zoon politicon), dan sebagai mahluk sosial. Apapun sebutannya, manusia tidak bisa trlepas dari aktivitas berhubungan dengan dengan yang lainnya. Dengan kata lain, manusia tidak bisa hidup sendirian, melainkan diaselalu membutuhkan orang lain. Demikianlah manusia dalam kehidupannya tidak bisa terlepas dari aktivitas berkomunikasi.

Bahasa merupakan salah satu media komunikasi utama yang digunakan oleh manusia. komunikasi yang menggunakan media bahasa ini disebut komunikasi verbal. Sebelum dikenal bahsa tulis, manusia berkomunikasi dengan menggunakan bahasa lisan. Dengan demikian, kemampuan berbahasa yang mereka miliki terbatas pada berbicara dan mendengarkan saja.

Dengan adanya kemajuan peradaban, manusia merasakan adanya keterbatasan dalam berkomunikasi secara lisan. Informasi yang tersimpan dalam bahasa lisan akan hilang begitu saja setelah komunikasi lisan selesai. Komunikasi lisan tidak bisa menembus hambatan waktu. Oleh karena itulah, kemudian manusia menciptakan simbol-simbol tulis untuk menggambarkan bahasa liannya. Sejak itu, kemudian dikenal adanya komunikasi tulis. Dalam komunikasi tulis, ada dua kemampuan yang terlibat yaitu menulis dan membaca.

Demikian lah sampai perkembangan peradaban sekarang, manusia mengenal adanya tindak komunikasi yang melkiputi empat kemampuan berbahasa, yaitu berbicara, mendengarkan, membaca dan menulis. Berbicara dan mendengarkan termmasuk kemampuan bahasa lisan. Menulis dan membaca merupakan kemampuan berbahasa tulis. Keempat kemampuan berbahasa ini bersifat integratif yang dapat diistilahkan dengan catur tunggal kemampuan berbahasa.

Sejak dikenal bahasa tulis , aktivitas membaca menjadi sangat penting. Kegiatan membaca memiliki nilai yang sangat strategis dalam upaya pengembangan diri. Melalui kegiatan membaca, orang dapat menggali dan mencari berbagai macam ilmu dan pengetahuan yang tersimpan di dalam buku-buku dan media tuulis yang lain. Membaca dapat diibaratkan sebagai kunci pembuka gudang ilmu pengetahuan. Yunus (2006) mengibaratkan membaca sebagai jendela yang paling luas untuk menguasai ilmu pengetahuan. Demikianlah kemudian dikenal ungkapan membaca sebagai jendela dunia, yang artinya melalui membaca wawasan atau cakrawala pengetahuan kita tentang dunia menjadi sangat luas.

Pentingnya membaca bagi kehidupan manusia sudah lama disadari.- membaca masih terus akan dibutuhkan sebagai alat untuk untuk mempelajari berbagai bidang ilmu. Hal ini terutama sangat dirasakan oleh para pelajar. Sukses dalam membaca sanga penting bagi pelajar dalam rangka pengembangan kemampuan akademik, keahlian, kecerdasa (carnine, silbert, dan kemeenui, 1990). Tanpa kemampuan membaca, keunggulan dalam sekolah tidak akan tercapai (anderson, heibert, scott, dan wilkinson, 1985). Sementara itu, Yunus (2006) tidak meragukan bahwa membaca merupakan kunci keberhasilan seorang siswa. Baginya membaca merupakan faktor terpenting dalam segala usaha pengakjaran.

Membaca semakin penting dalam era revolusi informasi. Kemajuan media cetak yang sangat pesat dewasa ini memungkinkan penyebaran arus informasi tulis semakin cepat. Hasil-hasil penelitian dan kemajuan ilmu dan teknologi begitu cepat dilipatgandakan dan disebar. Untuk menyerap arus informasi tulis yang semakin membanjir, sangat dibutuhkan kemampuan membaca yang sangat memadai.

Dalam kehidupan masyaraka modern yang semakin kompleks, keterampilan membaca yang memadai sangat vital. Dalam kehidupan sehari-hari, membaca dibutuhkan untuk berbagai macam keperlluan , misalnya untuk keperluan mencari surat izin mengemudi, melamar pekerjaan, membayar pajak, dan lain sebagainya. Disamping dibutuhkan untuk keperlua tersebut, dalam kehidupan sehari-hari keterampilan membaca juga dibutuhkan dalam rangka membuat kepuusan-keputusan yang tepat, misalnya apakah seseorang harus menarik tabungan atau tidak setelah membaca ulasan pakar ekonomi.

Kemampuan membaca yang baik sangat vital dalam masyarakat industri. Kemampuan penduduk untuk dapat memanfaatkan informasi cetak sebesar-besarnya adalah alah satu iri penanda masyarakat industri. Dalam hubungan ini, samsuri (1988) menegaskan bahwa dalam menuju masyarakat industri, masyarakat Indonesia sendiri hendaknya sadar bahwa suatu masyarakat industri tidak akan berjalan dengan baikapabila sebagaian besar penduduk beum dapat memanfaatkan informasi yang terdapat dalam bahan-bahan cetajkan, seperti koran, fanflet, dan sebagainya. Samsuri menghendaki paling sedikit 75% penduduk Indonesia mempunyai kemampuan literasi, yaitu kemampuan untuk memahami informasi yang disampaiakan dengan bahan cetak.

Demikianlah betapa pentingnya membaca dalam kehidupan kita sehari-hari. Dengan membaca, kita bisa membuka cakrawala ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (IPTEKS), serta wawasan tentang dunia. Dengan membaca kita dapat menguasai informasi. Penguasaan informasi ini merupakan persyaratan bagi eksistensi kehidupan kita ditengah-tengah persaingan global. Tanpa menguasai informasi, kita akan tersisih dalam kehidupan yang penuh dengan persaingan. Orang-orang yang sukses dalam kehidupan adalah mereka yang menguasai informasi. Orang-orang hebat pasti memiliki kebiasaan dan kemampuan membaca yang tinggi. Oleh karena itulah, mau tidak mau, suka tidak suka kita mesti membaca, membaca, damn terus membaca! Menjadi orang sukses jalan tolnya adalah membaca.

Kondisi Membaca Masyarakat

Secara umum kondisi membaca masyarakat kita, Indonesia sangat rendah. Berbagai p9ihak mengeluhkan buruknya minat baca berbagai lapisan masyarakat. sebelumnya kepala perpustakaan nasional nusa tenggara barat sebagaimana dikutip bali post, 28 november 2002 menyatakan bahwa minat baca buku masyarakat ntb masih berada dibawah satu persen alias masih sangat rendah. Rendahnya minat baca dan kemampuan membaca terjadi dikalangan pelajar semua jenjang pndidikan. Gunawan (1996) menyatakan adanya kenyataan bahwa keterampilan membaca permulaan siswa kelas I dan kelas II sekolah dasar tidak sesuai dengan harapan. Sebagaian besar diantara mereka belum mampu membaca dengan lancar. Hasil penelitian warsono (1998) tentang profil kemampuan membaca siswa SD di jwa tengah juga menunjukan hal yang sama, yaitu rendahnya kemampuan membaca siswa. Hal yang sama juga dinyatakan oleh kurniawan (2000) bahwa kemampuan membaca anak-anak sd di Indonesia masih sangat rendah. Demikian pula supriyadi, rahmayantio, dan rahim (2006) menyatakan kemampuan membaca siswa sd sangat memprihatinkan,

Keadaan minat dan keampuan membaca dikalangan siswa sekolah menengah pertama (smp) dan siswa sekolah menengah atas (sma) tidak jauh berbeda dengan minat dan kemampuan membaca siswa sd. Minat dan kemampuan membaca mereka masih sangat rendah. Kebiasaan membaca belum terbentuk pada diri mereka. Salah satu hasil penelitian yang dilakukan baru-baru ini di lombok (suyanu, 2006) menunjukan bahwa kemampuan membaca siswa sma masih sangat rendah atau kurang baik.

Kelemahan membaca juga dijumpai dikalangan mahasiswa. Masih banyak mahasiswa yang mengalami kesulitan atau kesukaran dalam memahami buku-buku teks (tarigan dan tarigan, 1987). Mereka terlalu lama untuk bisa menghabiskan buku tipis sekalipun (soedarso, 1988). Hal yang senada juga dinyatakan oleh hamied (1989). Dia mengutip salah satu hasil penelitian yang menyimpulkan bahwa mahasiswa belum menguasai dengan baik gagasan utama, gagasan tambahan, kesimpulan, dan pandangan pengarang dalam bacaan. Keadaan yang serupa juga dinyatakan oleh pringgoadisurjo (1992). Dia menyatakan bahwa pada umumnya, mahasiswa belajar terseok-seok karena alasan kurang bekal pengetahuan maupun keterampilan memanfaatkan informasi dari bacaan.

Pembinaan Membaca

Kelemahan membaca di kalangan masyarakat merupakan suatu tantangan dalam membangun Indonesia maju. Oleh karena itu, semua pihak harus bergandengan tangan dengan komitmen agung untuk membenahi kondisi minat dan kemampuan membaca ini. Pembinaan minat dan kemampuan membaca di lingkungan keluarga dan sekolah-sekolah senantiasa perlu ditingkatkan kualitasnya. Sarana dan prasarana pendukung program pembianaan minat dan kemampuan membaca ini merupakan suatu keharusan untuk senantiasa ditingkatkan.

Dengan menyadari adanya kelemahan membaca masyarakat, dan pentingnya membaca bagi kehidupa masyarakat, sudah sepantasnya pembinaan dan peningkatan kemampuan meembaca penduduk senantiasa perlu ditingkatkan. Kebiasaan dan kegemaran membaca perlu ditanamkan sedini mungkinpada diri anak-anak. Dalam hal ini, peran orang tua sangat penting. Orang tua harus mampu menciptakan suasana rumah yang mendukung bagi tumbuhnya kegemaran membaca anak. Dalam hal ini orang tua setidaknya bisa menyediakan bahan-bahan bacaan yang memadai. Disamping itu orang tua juga diharapkan ikut secara aktif terlibat membantu putra-putranya dalam belajar membaca. Sebagai orang tua, setidaknya juga harus mampu menjadi teladan dalam membaca.

Di sekolah, misi pembinaan dan peningkatan kemampuan mebaca siswa dipercayakan pada pengajaran membaca yang merupaka bagian integral dari pengajaran bahasa Indonesia. Pengajaran membaca diharapkan dapat menumbuhkan minat dan kemampuan membaca dalam rangka menunjang siswa vuntuk meningkatkan kualitas dirinya dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bekal menghadapi kehidupan masa kini dan di masa yang akan datang. Demikianlah, misi pembinaan dan peningkatan minat dan kemampua membaca di sekolah harus ditujukan untuk menunjang visi pendidikan nasional kita, yakni INSAN INDONESIA CERDAS DAN KOMPETITIF.

Masih banyak yang mengakui bahwa pengajaran membaca belum mampu mengemban misi ini dengan baik. Masih banyak kendala yang dihadapi oleh pengajaran membaca. Keadaan pengajaran bahasa indonsia, yang di dalamnya inklusif pengajaran membaca, belum berjalan dengan mulus, efisien dan efektif (Tarigan dan Tarigan, 1987). Saifillah (1989) melukiskan keadaan pengajaran membaca seperti “sebuah belati tajam yang masih terus aja menyayat-nyayat sang minat baca yang sering kita keluhkan semakin kurus kerontang”. Di sekolah, siswa tidak pernah diajari cara yang efektif dalam membaca (Soedarso,1988).

Berdasarkan hasil pengamatannya, Samsuri (1988) menyatakan bahwa proses kegiatan belajar-mengajar membaca mengikuti interaksi guru-buku teks, dan murid hanya menjadi penerima yang patuh belaka. Interaksi antara guru dan murid hampir-hampir tidak ada karena guru memusatkan perhatian pengajaran pada isi buku teks, dan bukan pada tanggapan murid. Kualitas hasil pengajaran membaca dianggap belum memuaskan juga.

Tidak ada komentar: