SELAMAT DATANG DI SULUH PENDIDIKAN

Cahaya untuk Dunia Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik

Minggu, 18 April 2010

ANALISIS PSIKOLINGUISTIK ORANG MARAH

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap manusia memiliki pikiran dan perasaan. Dari perasaan maka akan timbul emosi. Emosi dapat berupa perwujudan rasa sayang, gembira, marah, dan benci. Emosi-emosi dapat merangsang pikiran baru, khayalan baru, dan tingkah laku baru. Kadang-kadang mudah untuk melihat hubungan antara perasaan dan tingkah laku. Arti yang kita berikan kepada emosi itu dapat mengarahkan kita kepada tingkah laku tertentu. Makin hebat emosi, makin sukar untuk membuat keputusan apakah kita akan mengungkapkannya dan bagaimana cara mengungkapkannya.

Dari sekian wujud perasaan, rasa marah merupakan emosi yang amat sulit dikendalikan. Rasa marah menunjukkan bahwa perasaan kita sudah tersinggung oleh seseorang, bahwa sesuatu sudah tidak baik.

Rasa marah merupakan bidang kajian Psikologi. Psikologi merupakan ilmu kejiwaan. Psikologi memiliki kaitan yang erat dengan linguistik, dalam hal ini psikologi menentukan aspek berbahasa seseorang. Hal tersebut dapat kita amati lewat gerak-gerik atau tindakannya.

Sebagai salah satu contoh, yang diteliti dalam penelitian ini adalah gejala psikolinguistik orang yang sedang marah. Gejala psikolinguistik orang marah atau keadaan marah umumnya disebabkan oleh suatu permasalahan yang di alami seseorang. Permasalahan yang dialami seorang individu akan berpengaruh terhadap pikiran dan perasaan yang mengakibatnya orang tersebut marah. Rasa marah ini nantinya akan tertuang atau tercermin melalui tindakan yang masih tergolong bisa diatasi dan yang tidak bisa diatasi.

Rasa marah dalam taraf ringan masih bisa diatasi seperti, berkata –kata kasar, membanting benda dan sebagainya. Rasa marah dapat pula membawa dampak negatif yang lebih parah bagi orang-orang di sekitarnya, misalnya orang yang marah-marah tersebut tiba-tiba meninggal karena orang tersebut menderita penyakit jantung.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis mengadakan penelitian tentang gejala psikolinguistik orang marah. Hal tersebut penulis analisis atau teliti melalui lima aspek kajian, yang meliputi : gejala yang dapat dirunut dari psikolinguistik marah, aspek linguistik, aspek nonlinguistik, aspek pikiran, dan penyebab dari keadaan marah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang dapat dirumuskan sebagai berikut.

1. Apa sajakah gejala yang dapat dirunut dari gejala psikolinguistik orang marah?

2. Bagaimanakah aspek linguistik dari gejala psikolinguistik orang marah?

3. Bagaimanakah aspek nonlinguistik dari gejala psikolinguistik orang marah?

4. Bagaimanakah aspek pikiran (kognitif ) dari gejala psikolinguistik orang marah?

5. Apakah penyebab dari gejala psikolinguistik orang marah?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yang ingin dicapai sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui gejala yang dapat dirunut dari gejala psikolinguistik orang marah.

2. Untuk mengetahui aspek linguistik dari gejala psikolinguistik orang marah.

3. Untuk mengetahui aspek nonlinguistik dari dari gejala psikolinguistik orang marah.

4. Untuk mengetahui aspek pikiran (kognitif ) dari gejala psikolinguistik orang marah.

5. Untuk mengetahui dari gejala psikolinguistik orang marah.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi para siswa, penelitian ini akan memberi pengetahuan tentang gejala psikolinguistik orang marah.

2. Bagi peneliti, pelaksanaan penelitian ini akan memberikan pengetahuan dan pengalaman tambahan yang nantinya bisa diaplikasikan dalam kehidupan nyata.

3. Bagi guru bahasa Indonesia, temuan ini dapat membuka wawasan guru dan dapat dijadikan sebagai referensi untuk bahan pembelajaran bagi siswa.

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Fungsi Bahasa

Bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 2002:33) . Dalam kajian psikolinguistik, kita menemukan bahwa bahasa itu bukan hanya memengaruhi pikiran melainkan juga berfungsi meningkatkan pikiran. Fungsi demikian itu dapat dirasakan oleh siapa saja yang ‘belajar’ melalui jasa bahasa, lisan atau tertulis.

Wardhaugh seorang pakar sosiolinguistik mengatakan bahwa fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan. Namun, fungsi ini sudah mencangkup lima fungsi dasar yang menurut Kinneavy disebut fungsi ekspresi, fungsi informasi, fungsi eksplorasi, fungsi persuasi, dan fungsi entertainment. (Michel, 1967:51) dalam (Chaer, 2002:33).

Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial. Ini adalah dasar (hakiki) bahasa sejak kelahirannya. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk berinteraksi antarwarga masyarakat bahasa itu.

Karena bahasa digunakan menusia dalam segala tindak kehidupan, sedangkan perilaku dalam kehidupan itu sangat luas dan beragam, maka fungsi-fungsi bahasa itu bisa menjadi sangat banyak sesuai dengan banyaknya tindak dan perilaku serta keperluan manusia dalam kehidupan.

2.2 Psikologi

Secara etimologi kata psikologi berasal dari bahasa Yunani Kuno psyche dan logos. Kata psyche berarti “jiwa, roh, atau sukma”, sedangkan kata logos berarti “ilmu”. Jadi, psikologi, secara harfiah berarti “ilmu jiwa”. Namun, kini istilah ilmu jiwa tidak digunakan lagi karena bidang ilmu ini memang tidak meneliti jiwa, sehingga istilah tersebut kurang tepat. Psikologi mengkaji sisi-sisi manusia dari segi yang bisa diamati. Hal tersebut dikarenakan jiwa itu bersifat abstrak, sehingga tidak dapat diamati secara empiris (Chaer, 2002:2).

Dalam hal ini jiwa atau keadaan jiwa hanya bisa diamati melalui gejala-gejalanya seperti orang yang sedih akan berlaku murung, dan orang gembira tampak dari gerak-geriknya yang riang. Meskipun demikian, kita juga sering mendapat kesulitan untuk mengetahui keadaan jiwa seorang dengan hanya melihat tingkah lakunya saja.

Psikologi telah terbagi menjadi beberapa aliran sesuai dengan paham filsafat yang dianut. Karena itulah dikenal adanya psikologi yang mentalistik, yang behavioristik, dan kognitifistik.

Psikologi yang mentalistik aliran yang disebut psikologi kesadaran yang tujuan utamanya adalah mencoba mengkaji proses-proses akal manusia dengan cara mengintrospeksi atau mengkaji diri. Psikologi kesadaran ini disebut juga psikologi introspeksinisme. Psikologi yang behavioristik melahirkan aliran yang disebut psikologi prilaku. Tujuan utama psikologi prilaku ini adalah mencoba mengkaji prilaku manusia yang berupa reaksi apabila suatu rangsangan terjadi, dan selanjutnya bagaimana mengawasi serta mengontrol prilaku itu. Para pakar psikologi behavioristik ini tidak berminat mengkaji proses-proses akal yang membangkitkan perilaku tersebut karena proses-proses akal ini tidak dapat diamati atau diobservasi secara langsung. Jadi, para pakar psikologi perilaku ini tidak mengkaji ide-ide, pengertian, kemauan, keinginan, maksud, pengharapan, dan segala mekanisme fisiologi. Yang dikaji hanyalah peristiwa-peristiwa yang dapat diamati, yang nayat dan konkret, yaitu kelakuan atau tingkah laku manusia.

Psikologi yang kognitif disebut juga psikologi kognitif. Hal utama yang dikaji oleh psikologi kognitif adalah bagaiaman cara manusia memperoleh, menafsirkan, mengatur, menyimpan, mengeluarkan, dan menggunakan pengetahuannya, termasuk perkembangan dan penggunaan pengetahuan bahasa.

2.3 Linguistik

Linguistik diartikan ilmu bahasa atau ilmu yang mengambil bahasa sebagai objek kajiannya (Chaer, 2002: 3). Linguistik sangat luas kajiannya. Oleh karena itu, kita bisa melihat berbagai cabang linguistik. Pertama, menurut objek kajiannya dibagi menjadi dua, yaitu linguistik mikro yang menkaji struktur internal bahasa itu sendiri, sedangkan linguistik makro adalah linguistik yang bidang kajiannya adalah faktor di luar bahasa. Kedua, menurut kajiannya ada dua yaitu linguistik teoritis dan linguistik terapan. Ketiga, ada dua yaitu linguistik sejarah dan sejarah linguistik.

Dalam kaitannya dengan psikologi, linguistik lazim diartikan sebagai ilmu yang mencoba mempelajari hakikat bahasa, strutur bahasa, bagaimana bahasa itu diperoleh, bagaimana bahasa itu bekerja, dan bagaiman bahasa itu berkembang. Dalam konsep ini tampak bahwa yang namanya psikolinguistik dianggap sebagai cabang dari lingusitik, sedangkanlinguistik itu sendiri dianggap sebagai cabang dari psikologi (Chaer, 2002: 5).

2.4 Psikolinguistik

Menurut Harley (dalam Soenjono : Psikolinguistik, 2003 :7) menyebut psikolinguistik sebagai suatu “ studi tentang proses-proses mental dalam pemakaian bahasa.” Psikolinguistik menguraikan proses-proses psikologi yang berlangsung jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat yang didengarnya pada waktu berkomunikasi, dan bagaimana kemampuan berbahasa itu diperoleh oleh manusia. Dalam prakteknya psikolinguistik pada masalah-masalah seperti pengajaran dan pembelajaran bahasa, pengajaran membaca permulaan dan membaca lanjut, kedwibahasaan, dan kemultibahsaan, penyakit bertutur seperti gagap, afasia, serta masalah sosial lain yang menyangkut bahasa.

2.5 Proses Kognitif

Proses kognitif adalah proses untuk memperoleh pengetahuan di dalam kehidupan yang diperoleh melalui pengalaman-pengalaman yang dimaksud adalah pengalaman indrawi artinya bahwa proses kognitif melibatkan panca indra kita yaitu penglihatan, penciuman, perabaan, pengecapan, dan pendengaran, di samping kesadaraan dan perasaan. Hasil dari berbagai perasaan seperti senang atau sedih diekspresikan dengan kata-kata.

2.6 Teori Wilhem Von Humboldt

Wilhem Von Humboldt, sarjana Jerman abad ke-19, menekankan adanya ketergantungan pemikiran manusia pada bahasa. Naksudnya, pandangan hidup dan budaya suatu masyarakat ditentukan oleh bahasa masyarakat itu sendiri. Anggota-anggota masyarakat itu tidak dapat menyimpang lagi dari garis-garis yang telah ditentukan oleh bahasanya itu. Kalau salah seorang dari anggota masyarakat ini ingin mengubah pandangan hidupnya, maka dia harus mempelajari dulu satu bahasa lain. Maka dengan demikian dia akan menganut cara berpikir (dan juga budaya) masyarakat bahasa lain itu.

Mengenai bahas itu sendiri Von Humboldt berpendapat bahwa substansi bahasa itu sendiri terdiri dari dua bagian. Bagian pertama berupa bunyi-bunyi, dan bagian lainnya berupa pikiran-pikiran yang belum terbentuk. Bunyi-bunyi dibentuk oleh lautform, dan pikiran-pikiran dibentuk oleh ideenform atau innereform. Jadi, bahasa menurut Von Humboldt merupakan sintese dari bunyi (lautform) dan pikiran (ideenform).

Dari keterangan itu bisa disimpulkan bahwa bunyi bahasa merupakan bentuk luar, sedangkan pikiran adalah bentuk dalam. Bentuk luar bahasa itulah yang kita dengar, sedangkan bentuk dalam bahasa berada di dalam otak. Kedua bentuk inilah yang “membelenggu” manusia, dan menentukan cara berpikirnya. Dengan kata lain, Von Humboldt berpendapat bahwa struktur suatu bahasa menyatakan kehidupan dalam (otak pemikiran) penutur bahasa itu. Manusia hidup dengan dunia seluruhnya sebagaimana bahasa menyuguhkan atau memberikannya.

2.7 Teori Noam Chomsky

Menurut Chomsky untuk dapat menyusun tata bahasa dari suatu bahasa yang masih hidup (masih digunakan dan ada penururannya) haruslah ada suatu teori umum mengenai apa yang membentuk tata bahasa itu. Teori umum itu adalah satu teori ilmiah yang disusun berdasarkan satu korpus ujaran data lingual / informasi yang dihasilkan oleh para bahasawan asli bahasa itu. Dengan korpus ujaran itu dapat diatrik kesimpulan – kesimpulan umum atau kaidah – kaidah umum tata bahasa yang dapat digunakan untuk memprediksikan semua ujaran (kalimat) yang dapat dihasilkan oleh seorang penutur asli bahasa itu. Begitu pun teori ini harus bisa digunakan untuk menerangkan kalimat – kalimat baru yang bisa dihasilkan oleh seorang penutur pada satu kesempatan yang sesuai. Sedangkan penutur lain dapat memahaminya dengan segera, meskipun kalimat itu juga baru bagi mereka (Chomsky 1969 :7). Dalam hal ini bisa juga dikatakan kalau kita menguasai suatu bahasa dengan baik, karena kita menjadi penutur bahasa itu, maka kita dapat menghasilkan kalimat – kalimat baru seperti disebutkan di atas yang jumlahnya tidak terbatas. Kalimat – kalimat baru yang jumlahnya tidak terbatas itu tidak mungkin dapat diperoleh dengan teori S – R (stimulus – respons)-nya kaum behaviorisme seperti yang dikemukakan oleh Bloomfield karena kita tidak mungkin pernah mendengar kalimat – kalimat baru yang jumlahnya tidak terbatas.

Tampaknya teori linguistik Chomsky menyangkut adanya pasangan penutur – pendengar yang ideal di dalam sebuah masyarakat tutur yang betul – betul merata dan sama. Keduanya, penutur dan pendengar itu, harus mengetahui dan menguasai bahasannya dengan baik. Terjadinya suatu tidak tutur memerlukan adanya interaksi dari berbagai paktor. Dalam hal ini kompetensi atau kecakapan linguistik dari penurut – penutur yang menyokong terjadinya tuturan tadi, hanyalah merupakan satu faktor saja.

Menurut Chomsky yang penting bagi seorang linguis adalah menelaah data-data penutur (yang barupa kalimat – kalimat), kemudian menentukan sistem kaidah yang telah diterima atau dikuasai oleh penutur – pendengar dan yang dipakai dalam penuturan yan sebanarnya. Maka itu, menurut Chomsky teori linguistik itu bersifat mental karena teori ini mencoba menemukan satu realitas mental yang menyokong perilaku bahasa yang benarnya terjadi.

Menurut Chomsky perkembangan teori linguistik dan psikologi yang sangat penting dan perlu diingat dalam pengajaran bahasa adalah sebagai berikut.

1. Aspek kreatif penggunaan bahasa

2. Keabstrakan lambang – lambang linguistik

3. Keuniversalan struktur dasar linguistik

4. Peranan organisasi intelek nurani (struktur – dalam) di dalam proses kognitif/mental.

Yang dimaksud dengan aspek kreatif adalah perilaku linguistik yang biasa, bebas dari rangsangan, bersifat mencipta dan inovatif. Tiap kalimat merupakan karya baru dari kompetensi, dan bukan hasil cungkilan oleh rangsangan. Ulangan dari frase – frase pendek jarang terjadi. Hanya dalam hal – hal yang istimewa sesuai konteks keadaan menentukan kalimat yang akan dikeluarkan. Misalnya, dalam konteks perjumpaan di pagi hari melahirkan kalimat, "selama pagi". Andaikata ada kalimat yang serupa dengan kalimat yang sudah ada dalam korpus data, maka hal itu adalah karena kebetulan saja. Kalimat – kalimat yang baru itu masing-masing adalah kalimat baru yang kebetulan sama dengan kalimat lain. Kalimat – kalimat yang sama itu bukanlah hasil cungkilan rangsangan yang keluar sebagai tabiat atau kebiasan dengan cara mekanis karena kalimat itu sudah pernah didengar dan dilatihkan dulu pada waktu mempelajari bahasa itu.

Seorang penutur bahasa – ibu suatu bahasa sudah menuranikan satu tata bahasa generatif secara tidak sadar, dan tanpa disadari dia telah menguasai segala "milik" tata bahasa itu. Jadi, tugas linguis adalah menemukan dan menerangkan "milik - milik" tata bahasa yang tidak disadarinya.

Yang dimaksud dengan keabtrakan lambang – lambang linguistik adalah bahwa rumus – rumus atau kaidah – kaidah yang menentukan bentuk – bentuk kalimat dan panafsiran. Artinya yang rumit bukan merupakan sesuatu yang konkret melainkan merupakan sesuatu yang abstrak. Struktur – struktur yang telah dimanipulasi dihubungkan dengan fakta – fakta fisik dengan cara yang jauh sekali, baik dalam tataran fonologi, sintaksis, maupun sematik. Karena prinsip – prinsip yang bekerja dalam tata bahasa generatif transofrmasi ini, dan sturktur – struktur yang dimanipulasinya tidak ada hubungan dnegan fenomena – fenomena indra tertentu menurut hukum-hukum teori psikologi empiris maupun behavioris.

Yang dimaksudnya dengan keuniversalan linguistik dasar adalah prinsip – prinsip abstrak yang mendasari tata bahasa generatif transformasi ini ; dan yang tidak dapat diperoleh melalui pengalaman dan latihan. Oleh karena prinsip – prinsip ini bersifat abstrak dan tidak bisa diperoleh melalui pengalaman dan latihan, maka berarti prinsip – prinsip ini bersifat universal. Jadi, prinsip – prinsip yang mendasari setiap tata bahasa generatif transormasi bersifat universal. Maka itu, menurut Chosmky masalah utama linguistik adalah hal – hal yang universal dari linguistik itu.

Menurut Chomsky keuniversalan linguistik ini dimiliki manusia sejak lahir karena merupakan unsur atau struktur – sturktur yang tidak terpisahkan dari manusia. Semuanya bisa diterangkan berdasarkan peranan organisasi intelek nurani.

Masalah organisasi intelek nurani di dalam proses kognitif umumnya, dan di dalam pemerolehan bahasa khususnya, merupakan perkembangan baru yang snagat penting terutama dalam psikolinguistik. Prinsip – prinsip dasar organisasi linguistik adalah keuniversalan lingistik yang oleh Chomsky kemudian disebut tata bahasa universal. Tata bahasa merupakan satu sistem yang merupakan bagian dari organisasi intelek nurani yang bersifat universal. Tata bahasa mempunyai peranan yang sangat penting dalam pemerolehan bahasa ; dan peranan ini sama dengan peranan yang dimainkan tata bahasa generatif transformasi, misalnya, di dalam pengenalan bentuk – bentuk fonetik sebuah kalimat karena rumus – rumus tata bahasa itu digunakan dalam analisis sintaksis kalimat itu untuk mengenal isyarat – isyarat fonetik itu.

BAB III

PEMBAHASAN

Gejala yang Dirunut Gejala Psikolinguistik Orang Marah.

Secara umum psikologi seseorang berbeda-beda. Hal ini terlihat dari setiap gejala yang dirunut misalnya pada saat seseorang marah. Kemarahan setiap orang tentunya tidak bisa ditebak secara pasti, karena gejala yang diperlihatkan kadang kala tidak sesuai dengan kenyatannya. Misalnya saja orang yang jengkel belum tentu dia marah. Orang yang marah, terkadang bisa saja tenang bahkan malah tertawa. Ini membuktikan bahwa setiap keadan jiwa seseorang berbeda – beda.

Berdasarkan objek yang diteliti yaitu gejala psikolinguistik orang marah, adapun identitas dari subjek penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Nama : Ni Luh Ari Susanti

Alamat : Br. Dukuh, Ds. Dalung, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung.

Umur : 20 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Observasi : 5 Desember 2007

2. Nama : Kadek Asdinata

Alamat : Br. Dukuh, Ds. Dalung, Kec. Kuta Utara, Kab. Badung.

Umur : 19 tahun

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tanggal Observasi : 23 September 2007

Dari hasil observasi yang telah dilakukan, gejala psikolinguistik marah yang dapat dirunut adalah sebagai berikut.

Ari Susanti yang akrab dipanggil Arik adalah seorang mahasiswa di Undiksha jurusan Pendidikan Ekonomi. Arik mempunyai seorang pacar yang bernama Kadek Herman Ariasta. Seperti biasa, sekitar pukul 7 malam Arik ditelepon pacarnya. Awalnya biasa-biasa saja, tetapi terdengar nada suara Arik semakin lama semakin tinggi. Arik marah-marah kepada pacarnya dengan berujar “Brengsek” beberapa kali. Setelah itu Arik membanting pintu kamarnya. Selain itu terdengar pula suara barang pecah. Ia mengurung diri sambil menangis. Ketika teman-teman lain mengetuk pintu dan memanggil Arik, tidak ada jawaban. Inilah kemarahan yang diperlihatkan Arik.

Jadi, kesimpulannya, gejala yang dapat dirunut dari keadaan marah pada sampel pertama yaitu :

1. Diam, tidak mau bicara dengan orang lain.

2. Memaki-maki atau melontarkan kata-kata kasar.

3. Membanting barang untuk melampiaskan kemarahan.

Kadek Asdinata adalah mahasiswa jurusan D3 Informatika di undiksha. Kadek Asdinata memiliki sifat yang sangat emosional, cepat tersinggung dan cepat marah. Suatu malam, Kadek menelepon ke rumah untuk meminta uang karena uang saku yang diberikan oleh orang tuanya seminggu yang lalu sudah habis. Ternyata, orang tuanya tidak memiliki uang dan mereka justru ragu kepada kadek, takut kalau uang saku yang mereka berikan bigunakan untuk hura-hura. Kadek marah-marah ditelepon dan dengan kasar membanting handphonenya ke kasur. Mukanya merah, dan langsung memukul tembok. Ketika diajak berbicara, ia hanya diam. Inilah kemarahan yang diperlihatkan Asdinata, yang tidak jauh berbeda dengan subjek pertama.

Jadi, kesimpulannya, gejala yang dapat diruntut dari keadaan marah pada sampel kedua yaitu:.

1. Cemberut

2. Diam, tidak mau berbicara

3. Memukul pintu atau tembok

5.2 Aspek Linguistik dari Gejala Psikolinguistik Orang Marah

Kadang kala dalam keadaan marah seseorang masih saja bisa mengungkapkan kesedihannya dengan berkata-kata sesuai dengan keinginannya entah disampaikan dengan teman dekatnya, atau bahkan berbicara sendiri tanpa disadari. Hal tersebut dikarenakan cara penyampaikan seseorang jika dalam keadaan marah berbeda-beda mengingat karekteristik setiap orang pun berbeda-beda. Dibawah ini akan disajikan aspek linguistik pada psikolinguistik marah yang diungkapkan melalui percakapan sebagai berikut.

· Pengamatan yang dilakukan pada sampel yang pertama.

Dialog yang diamati pada saat sampel ini sedang marah sebagai berikut.

Arik: “Dek, nyen to Rina?”

Kadek: “timpal ajak dek magae. Engken saying?

Arik: “dugasne maan pesu kone jak Rina to, saja?”

Kadek: “DEk jak Rina Cuma matimpal biasa.

Arik: “mun dek sing nu saying jak rik orahin gen. dek selingkuh kan jumah?”

Kadek: “sing ada, saying!”

Arik: “da Boong, brengsek!!!”

Kata-kata yang menunjukkan gejala marah adalah :

“Da boong, brengsek!!!” (kalimat tersebut diujarkan dengan nada yang tinggi/membentak)

Ciri – ciri lingustik dari psikolingustik marah sebagai berikut

1. Bahasa yang diujarkan kasar

2. Bahasa yang diujarkan keras

Penggunaan bahasa dengan intonasi yang tinggi/keras menunjukkan secara jelas bahwa Arik dalam keadaan marah.

· Pengamatan yang dilakukan pada subjek yang kedua, yaitu Kadek Asdinata

Dialog yang diamati pada saat subjek ini sedang marah adalah sebagai berikut.

Kadek: “pak, titipin pis jak Eva, nah? Pis yange suba telah.”

Bapak: “anggon gena, dek? Dugasne kan ba baang?”

Kadek: “anggon mayah buku jak baju kelas.”

Bapak: “Seken to? Nyanan anggon dek ngawag-ngawag pise?”

Kadek: “Nah! Da ba kirimange pis. Terserah lamun sing percaya ajak panak padidi.”

Kata-kata yang menunjukkan gejala marah adalah :

“Nah! Da ba kirimange pis. Terserah lamun sing percaya ajak panak padidi.”

Ciri – ciri lingustik dari psikolingustik marah sebagai berikut

1. Bahasa yang diujarkan kasar

2. Bahasa yang diujarkan menggunakan intonasi yang tinggi

3. Bahasa yang diujarkan terdengar sinis

Penggunaan bahasa dengan intonasi yang tinggi/keras menunjukkan secara jelas bahwa Ari dalam keadaan marah. Ketika dimintai maaf oleh temannya, jawaban yang diberikan oleh Ari sangat sinis. Hal tersebut juga dengan jelas bahwa Ari memperlihatkan gejala orang yang sedang marah.

Aspek Pikiran dari Gejala Psikolinguistik Orang Marah

Dalam melakukan sesuatu atau mengungkapkan suatu ide pokok tentunya dipengaruhi oleh proses kognitif. Di dalam pikiran, seseorang akan memiliki suatu keinginan untuk bisa menyampaikan perasaan mereka entah itu dengan memperlihatkan tingkah laku ataupun berujar. Dari hasil observasi yang dilakukan, aspek kognitif yang dapat dicermati yaitu sebagai berikut.

1. Aspek pikiran yang mempengaruhi Arik marah yaitu Arik menduga pacarnya yang berada di Denpasar sudah tidak setia lagi, sehingga pacarnya selingkuh. Arik merasa kecewa dan dikhianati oleh pacarnya.

2. Aspek pikiran yang mempengaruhi Kadek Asdinata marah adalah alasan Kadek yang menelepon ke rumah untuk meminta uang lagi tidak dipercayai oleh orang tuanya. Kadek Asdinata merasa kecewa karena ia tidak dipercayai oleh orang tuanya sendiri.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang telah diuraikan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut.

1. Gejala yang dirunut dari psikolinguistik marah beranekaragam seperti diam, membentak, muka memerah, cemberut, mata melotot, dan lain sebagainya.

2. Aspek linguistik yang dikeluarkan dalam psikolinguistik marah seperti bahasa yang digunakan dalam ujaran adalah bahasa yang sangat kasar, bahasa yang diujarkan menggunakan intonasi yang tinggi, serta bahasa yang digunakan sangat sinis.

4. Aspek pikiran yang diungkapkan dari psikolinguistik marah seperti penyebab yang dapat diketahui dari gejala psikolinguistik orang marah yaitu emosi yang tidak terkontrol, situasi yang tidak mendukung, dan faktor luar yang berupa tekanan mental.

4.2 Saran

Penelitian yang penulis buat tentunya masih jauh dari “sempurna”. Ini disebabkan oleh keterbatasan penulis, baik dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Setelah membaca penelitian ini, diharapkan pembaca mencari sumber – sumber lain yang berkaitan dengan psikolinguistik marah sehingga dapat menambah pengetahuan dan pengalaman yang kita miliki.

Daftar Pustaka

Albin, Rochelle Semmel. 1986. Emosi, Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Yogyakarta: Kanisius.

Chaer, Abdul. 2002. Psikolinguistik (Kajian Teoritik). Jakarta: Rineka Cipta.

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Sears, David O dkk. 1992. Psikologi Sosial.Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar: