SELAMAT DATANG DI SULUH PENDIDIKAN

Cahaya untuk Dunia Pendidikan Indonesia yang Lebih Baik

Kamis, 25 Maret 2010

TES SEBAGAI ALAT PENILAIAN HASIL BELAJAR

1. Definisi Tes

Tes secara harfiah berasal dari bahasa Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang dimiliki oleh sesesorang atau kelompok (http://www.fajar.co.id). Tes dapat didefinisikan sebagai suatu pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang trait atau atribut pendidikan atau spikologik yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan adanya respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai suatu trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat dari wujud fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap pertanyaan-pertanyaanatau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas tersebut (Azwar, 1996).

Tes sebagai alat penilaian dapat diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989). Berdasarkan beberapa pengertian tes maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai tes yaitu sebagai berikut (Azwar, 1996).

1. Tes adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes disusun menurut cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap orang yang mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam kondisi yang sebanding.

2. Tes berisi sampel prilaku, meksudnya seluruh item dalam tes tidak akan mencakup seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item yang akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah item-item dalam tes tersebut yang mewakili secara representatif kawasan prilaku yang diukur.

3. Tes mengukur prilaku, item-item dalam tes hendaknya menunjukan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas di dalam tes tersebut.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.

Tes merupakan alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu. Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan orang lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.

2. Fungsi Tes

Dalam kaitan dengan rumusan tersebut, sebagai alat evaluasi hasil belajar, tes minimal mempunyai dua fungsi, yaitu:

a). Untuk mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian terhadap seperangkat tujuan tertentu.

b). Untuk menentukan kedudukan atau perangkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu.

Fungsi (a) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan program pembelajaran, sedang fungsi (b) lebih dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu peserta tes.

3. Dasar-dasar Penyusunan Tes Hasil Belajar

Dasar-dasar penyusunan tes hasil belajar adalah sebagai berikut:

a. Tes hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses belajar mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum yang berlaku.

b. Tes hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang telah dipelajari.

c. Pertanyaan tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang diharapkan.

d. Tes hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu sendiri, karena tes dapat disusun untuk keperluan pre tes dan post tes, masteri tes, tes diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.

e. Tes hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada patokan tertentu (creterion reference, standar mutlak).

f. Tes hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar mengajar.

4. Ciri-ciri Tes yang Baik

Tes yang baik adalah tes yang dapat mengukur hasil belajar siswa dengan tepat. Untuk dapat menghasilkan tes yang seperti itu maka tes tersebut harus dibuat melalui perencanaan yang baik. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes yang baik adalah (http://pustaka.ut.ac.id/learning.php):

  1. Tentukan tujuan pembelajaran yang ingin diukur.
  2. Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang relevan untuk mencapai tujuan tersebut.
  3. Tentukan proses berpikir yang ingin diukur.
  4. Tentukan jenis tes yang tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran tersebut.
  5. Tentukan tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat.

Selain itu, sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis (http://www.fajar.co.id).

a. Validitas

Sebuah alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat evaluasi. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes itu tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja misalnya.

Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas, yaitu:

(1) Content validity (validitas isi)

Pengujian jenis validitas ini dilakukan secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau logical validity. Batasan content validity ini menggambarkan sejauhmana tes mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara representatif dan sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara content, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari materi pelajaran (subject matter) yang diberikan, dan perubahan-perubahan perilaku (behavioral changes) yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Misalnya apabila kita ingin memberikan tes bahasa inggris untuk kelas II, maka item-itemnya harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau diambilnya dari kelas III maka tes itu tidak valid lagi.

(2) Predictive validity (validitas ramalan)

Validitas ramalan artinya ketepatan (kejituan) suatu alat pengukur ditunjau dari kemampuan tes tersebut untuk meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasil belajar dapat dikatakan mempunyai validitas ramlan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut dakam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mengukur tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilsi yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai kemudian.

(3) Concurent validity (Validitas bandingan)

Kejituan suatu tes dilihat dari korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Cara yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas yang tinggi (misalnya tes standar).

(4) Construct Validity (validitas konstruk/susunan teori)

Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.

b. Reliabilitas

Reliabilitas berasal dari kata reliable yang berarti dapat dipercaya. Reliabilitas suatu tes menunjukan atau merupakan sederajat ketetapan, keterandalan atau kemantapan (the level of consistency) tes yang bersangkutan dalam mendapatkan data (skor) yang dicapai seseorang, apabila tes tersebut diberikan kepadanya pada kesempatan (waktu) yang berbeda., atau dengan tes yang pararel (eukivalen) pada waktu yang sama. Atau dengan kata lain sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil tes tersebut menunjukan ketetapan, keajegan, atau konsisten. Artinya, jika kepada para siswa diberikan tes yang sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya. Contoh:

Waktu tes

Nama siswa

Pengetesan

pertama

Pengetesan

Kedua

Ranking

Andi

6

7

3.a

Budi

5.5

6.6

4

Cici

8

9

1

Didi

5

6

5

Evi

6

7

3.b

Fifi

7

8

2

Ada beberapa cara untuk mencari reliabilitas suatu tes, antara lain :

(1) Teknik Berulang

Tehnik ini adalah dengan memberikan tes tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam dua kesempatan yang berlainan. misalnya suatu tes diberikan pada kepada group A. selang 3 hari atau seminggu tes tes tersebut diberikan lagi kepada group A dengan syarat-syarat tertentu.

(2) Teknik Bentuk Paralel

Teknik ini dipergunakan dua buah tes yang sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya; proses mental yang diukur, tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain.

(3) Teknik belah dua

Ada dua prosedur yang dapat digunakan dalam tes belah dua ini yaitu:

Ø Prosedur ganjil-genap, artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi satu kelompok dan yang bernomor genap menjadi kelompok yang lain.

Ø Prosedur secara random, misalnya dengan jalan lotre, atau dengan jalan menggunakan tabel bilangan random.

c. Objektivitas

Sebuah tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring, sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan penilaian.

d. Praktikabilitas

Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:

1). Mudah dilaksanakannya; misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.

2). Mudah memeriksanya artinya bahwa tes itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa dalam lembar jawaban.

3). Dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas sehingga dapat diberikan/ diawali oleh orang lain

e. Ekonomis

Yang dimaksud dengan ekonomis ialah bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal, tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk melaksanakan dan mengolah hasilnya.

Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria tes tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (soal-soal) yang berkualitas yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini:

1). Shahih (valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan

2). Relevan, dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan

3). Spesifik, soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar dengan rajin

4). Tidak mengandung ketaksaan (tafsiran ganda), harus ada patokan, tugas ditulis konkret. Apa yang harus diminta harus dijawab berapa lengkap

5). Representatif, soal mewakili materi ajar secara keseluruhan

6). Seimbang, dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak selalu perlu.

5. Jenis-Jenis Tes

Tes dapat dikelompokkan menurut tujuan dan bentuknya, sebagai berikut:

5.1 Tes Menurut Tujuannya

Dari segi tujuannya dalam bidang pendidikan (http://www.fajar.co.id), tes dapat dibagi menjadi:

5.1.1 Tes Kecepatan (Speed Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes (testi) dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes ketrampilan bongkar pasang suatu alat.

5.1.2 Tes Kemampuan (Power Test)

Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.

5.1.3 Tes Hasil Belajar (Achievement Test)

Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada tes hasil belajar ini.

5.1.4 Tes Kemajuan Belajar ( Gains/Achievement Test)

Tes kemajuan belajar disebut juga dengan tes perolehan adalah tes untuk mengetahui kondisi awal testi sebelum pembelajaran dan kondisi akhir testi setelah pembelajaran. Untuk mengetahui kondisi awal testi digunakan pre-tes dan kondisi akhir testi digunakan post-tes.

5.1.5 Tes Diagnostik (Diagnostic Test)

Tes diagnostik adalah tes yang dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar tersebut.

5.1.6 Tes Formatif

Tes formatif adalah penggunaan tes hasil belajar untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu.

5.1.7 Tes Sumatif

Istilah sumatif berasal dari kata “sum” yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok bahasan) yang telah dipelajari.

5.2 Tes Menurut Bentuknya

Dilihat dari bentuknya tes dibedakan menjadi tes uraian dan tes objektif

5.2.1 Tes Uraian

a. Pengertian tes uraian.

Tes uraian (essay examination) merupakan alat penilaian hasil belajar paling tua. Tes uraian ini secara umum adalah pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan, menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan bahasa sendiri (Sudjana, 1989). Dalam hal ini tes menunutut kemampuan siswa dalam hal mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Namun demikian, sejak tahun 1960-an bentuk tes tersebut banyak ditinggalkan orang karena munculnya bentuk tes objektif. Sampai saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh hampir semua guru mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi. Ditengah maraknya pengguanaan tes objektif, ada semacam kecendrungan dari pendidik untuk kembali menggunakan bentuk tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar. Hal ini disebabkan karena adanya gejala menurunnya hasil belajar atau kualitas pendidikan, lemahnya para siswa (peserta didik) dalam menggunakan sebagai bahasa tulisan sebagai akibat dari penggunaan tes objektif, kurangnya daya analisis dari siswa/peserta didik karena terbiasa menggunakan dengan tes objektif yang memungkinkan siswa main tebak jawaban saat mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan. Kasus seperti ini sering kita jumpai terutama dalam perguruan tinggi. Penggunaan tes uraian kembali khususnya di tingkat perguruan tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kembali kualitas pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.

Ada beberapa kelebihan atau keunggulan dari tes uraian, diantaranya:

(1) Dapat mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.

(2) Dapat mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.

(3) Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis.

(4) Mengembangkan keterampilan pemecahan masalah (problem solving).

(5) Adanya keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.

Selain mempunyai kelebihan, tes uraian juga mempunyai kelemahan-kelemahan sebagai berikut:

(1) Sampel tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat menanyakan semua hal melalui sejumlah pertanyaan.

(2) Sifatnya sangat subjektif, baik dalam halmenanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya.

(3) Tes ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksannya memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas dengan jumlah siswa yang banyak.

b. Jenis-jenis tes uraian

1. Uraian bebas (free essay)

Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak dibatasi, bergantung dari pandangan siswa itu sendiri, karena isi pertanyaan dari tes uraian bebas bersifat umum.

Contoh pertanyaan untuk uraian bebas:

Ø Coba Anda jelaskan yang dimaksud dengan arus listrik?

Ø Bagaimanakah caranya untuk memperbesar gaya Lorent?

Dilihat dari karakteristiknya, pertanyan bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan khusus:

a. Mengungkapkan pandangan para siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui luas dan intensitasnya.

b. Mengupas suatu persoalan yang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satupun jawaban yang pasti.

c. Mengembangkan daya analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau dimensinya.

Kelemahan dari tes uraian bebas ini adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit dalam menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru sebagai penilainya.

2. Uraian terbatas dan uraian berstruktur.

Dalam tes uraian terbatas, pertanyaan lebih diarahkan ke dalam hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu. Pembatasan tersebut bisa dari segi: ruang lingkupnya, sudut pandang menjawabnya, dan indikator-indikatornya. Contoh pertanyaan uraian terbatas:

1. Sebutkan lima macam alat yang menggunakan eleltromagnet?

2. Mengapa sumber tegangan seperti baterai dan aki dapat menghasilkan energi listrik?

Sedikitnya materi yang ditanyakan untuk satu waktu ujian dapat diatasi dengan tidak menggunakan tes uraian terbuka tetapi menggunakan tes uraian terbatas. Penggunaan tes uraian terbatas ini sekaligus akan dapat mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan karena dengan tes uraian terbatas maka jawaban siswa sudah lebih terarah pada apa yang dikehendaki oleh penulis butir soal.

Selain bentuk tes uraian bebas dan uraian terbatas, juga terdapat bentuk tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Dalam soal-soal berstruktur terdapat unsur-unsur: pengantar soal, seperangkat data, dan serangkaian sub-soal. Berikut ini terdapat daftar nilai ujian Fisika kelas tiga SMA. Nilai-nilai tersebut telah diurutkan dari nilai tertinggi sampai nilai terendah disertai dengan keterangan beberapa jumlah siswa yang telah mencapainya, baik untuk setiap nilai maupun secara komulatif.

Nilai

Jumlah siswa

Kumulatif

39

2

2

38

2

1

35

2

3

32

1

2

30

1

2

27

2

3

24

2

1

Dari data di atas,

  1. Hitunglah berapa rata-rata dan berapa median.
  2. Hitunglah berapa orang siswa yang nilainya termasuk ke dalam kelompok 27-32, 35-39.
  3. Hitunglah pula berapa simpangan bakunya.

Bentuk soal berstruktur dapat digunakan untuk mengukur semua aspek kognitif seperti ingatan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat kesulitan dari soal dapat ditentukan sedemikian rupa dari soal yang mudah menuju soal yang sukar. Kelemahan yang mungkin terdapat dalan soal uaraian berstruktur tersebut adalah bidang yang diujikan menjadi terbatas dan kurang praktis sebab satu permasalahan harus dirumuskan dalam pemaparan yang lengkap disertai data yang memadai.

c. Menyusun soal bentuk uraian

Tes uraian hendaknya digunakan untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan tes objektif. Jangan gunakan tes uraian hanya untuk mengukur proses berpikir rendah tetapi gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kompleks. Tes uraian terbuka tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menghasilkan, mengorganisasi, dan mengekspresikan ide, mengintegrasikan pelajaran dalam berbagai bidang, membuat desain eksperimen, mengevaluasi manfaat suatu ide, dan sebagainya. Sedangkan tes uraian terbatas tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjelaskan hubungan sebab akibat, menerapkan suatu prinsip atau teori, memberikan alasan yang relevan, merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan yang tepat, menjelaskan suatu prosedur, dan sebagainya. Supaya diperoleh soal-soal bentuk uraian yang dikatakan memadai sebagai alat penilaian hasil belajar hendaknya memperhatikan beberapa hal sebagai berikut (Sudjana, 1989).

i. Dari segi isi yang diukur

Segi yang hendak diukur hendaknya ditentukan secara jelas abilitasnya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek kognitif lainnya. Dengan kejelasan apa yang akan diungkap maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas tertentu. Kemudian pilihlah materi yang sesuai dengan kurikulum atau silabusnya, pilihlah materi yang menjadi inti persoalan dan menjadi dasar untuk penguasaan materi lainnya sehingga tidak semua materi perlu ditanyakan. Dengan demikian, bila siswa telah memahami konsep dari materi tersebut maka secara tidak langsung siswa akan memahami aspek-aspek lain yang berkaitan dengan materi tersebut.

ii. Dari segi bahasa

Menggunakan bahasa yang baik dan benar sehingga mudah dimengerti makna yang terkandung dalam tiap pertanyaan. Bahasanya sederhana, singkat dan jelas apa yang menjadi inti pertanyaan.

iii. Dari segi teknis penyajian soal

Soal-soal (pertanyaan) yang dibuat hendaknya tidak diulang terhadap materi yang sama walaupun abilitasnya berbeda sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komprehensif daripada segi lingkup materi. Perlu juga diperhatikan masalah waktu yang diperlukan dalam mengerjakan soal atau pertanyaan sehingga tidak ada kelebihan soal atau kekurangan soal dalam waktu yang tersedia. Kemudian masalah pembobotan nilai haruslah berbeda untuk soal yang tergolong mudah memiliki bobot nilai yang rendah sedangkan untuk soal yang tergolong sulit yang memerlukan pemikiran lebih maka diberikan bobot nilai yang lebih tinggi.

iv. Dari segi jawaban

Setiap pertanyaan yang hendak diajukan sebaiknya telah ditentukan jawaban yang diharapkan, minimal pokok-pokok dari jawaban pertanyan tersebut. Dan tentukanlah skor maksimal bila pertanyaan dijawab benar dan skor minimal bila pertanyaan dijawab salah atau kurang lengkap.

Dalam pelaksanaannya, sifat dari tes uraian adalah lebih mengutamakan kepada kekuatan (power tests) bukan kecepatan (speed tests), maka dalam pelaksanaan tes uraian perlu memperhatikan sebagai berikut.

1) Memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal atau pertanyaan dalam tes tersebut.

2) Memungkinkan siswa untuk mengerjakan soal-soal yang termudah terlebih dahulu tanpa memperhatikan urutan dari nomor soal.

3) Mengawasi pengerjaan soal-soal sehingga siswa tidak dapat bekerja sama dalam mengerjakan soal-soal atau pertanyaan dalam tes.

4) Memungkinkan sewaktu-waktu memberi siswa untuk membuka buku dalam mengerjakan soal-soal dalam tes (open book tests).

5) Setelah semua siswa selesai mengerjakan dan jawaban dikumpul, sebaiknya guru menjelaskan jawaban setiap soal sehingga para siswa mengetahuinya sebagai bahan dan untuk memperkaya pemahaman mereka mengenai bahan atau materi pelajaran.

Selain itu juga beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menulis tes uraian adalah (http://pustaka.ut.ac.id/learning.php):

1. Tulislah tes uraian berdasarkan perencanaan tes (kisi-kisi) yang ada.

2. Gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan tes objektif.

3. Gunakan tes uraian terbatas untuk menambah sampel yang dapat ditanyakan dalam satu waktu ujian.

4. Gunakan tes uraian untuk mengungkap pendapat, tidak hanya sekedar menyebutkan fakta. Untuk itu gunakan kata tanya seperti: jelaskan, bandingkan, hubungkan, simpulkan, analisislah, kelompokkanlah, formulasikan, dan lain sebagainya. Hindarkan penggunaan kata tanya seperti sebutkan karena kata tanya seperti itu biasanya hanya meminta siswa untuk menyebutkan fakta saja.

5. Rumuskan butir soal dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.

6. Usahakan agar jumlah butir soal dapat dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan.

7. Jangan menyediakan sejumlah pertanyaan yang dapat dipilih oleh siswa.

8. Tuliskan skor maksimal yang dapat diperoleh siswa pada setiap butir soal.

  1. Pemeriksaan, skoring, dan penilaian tes uraian

Ada dua cara dalam memeriksa jawaban soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang demi seorang untuk semua soal, kemudian diberi skor. Cara kedua ialah diperiksa nomor demi nomor untuk setiap siswa, maksudnya diperiksa terlebih dahulu nomor satu untuk semua siswa kemudian diberi skor, kemudian soal nomor dua dan seterusnya. Kemudian dalam penskoran dapat digunakan berbagai bentuk, misalnya skala 1-4, skala 1-10, atau 1-100. namun skala yang lebih umum digunakan adalah skala 1-4 atau 1-10, sehingga guru tidak langsung memberi nilai nol (0) untuk jawaban yang salah.

Setelah menulis butir soal, diwajibkan untuk membuat pedoman penskoran sebagai berikut ( http://pustaka.ut.ac.id/learning.php).

  1. Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada jawaban lain maka jawaban tersebut harus ditulis.
  2. Tandai butir, kata kunci atau konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut.
  3. Adakah butir, kata kunci atau konsep yang lebih penting dari yang lain?
  4. Beri skor pada setiap butir, kata kunci, atau konsep yang harus muncul pada jawaban tersebut.
  5. Butir, kata kunci, atau konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain.

Dalam menilai kebenaran jawaban soal-soal bentuk uraian dipertimbangkan beberapa aspek, di antaranya kebenaran isi sesuai dengan kaidah-kaidah meteri yang ditanyakan, sistematika atau urutan logis dari kerangka berpikirnya yang dilihat dari penyajian gagasan jawaban, dan bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan buah pikirannya. Sistem penilaian yang digunakan dalam soal-soal uraian pada dasrnya sama dengan sistem penilaian soal bentuk lainnya, yaitu dapat menggunakan penilaian acuan norma dan atau penilaian acuan patokan (Sudjana, 1989).

Setelah mengkaji hakikat dari soal bentuk uraian yang baik yang berkenaan dengan keunggulan maupun kelemahan, kiranya cukup bijaksana apabila bentuk tes ini digunakan di semua tingkat pendidikan agar kualitas pendidikan nasional lebih meningkat lagi. Kemampuan yang diungkap melalui tes uraian tidak hanya mencakup berpikir logis tetapi juga kemampuan berbahasa para siswa. Dimensi-dimensi tes uraian lebih luas dan bisa mencakup semua aspek kognitif secara seimbang di samping membiasakan para siswa belajar penuh pemahaman dan mempersiapkan diri secara matang manakala menghadapi ulangan dan ujian-ujian yang diberikan di sekolah.

5.2.2 Tes Objektif

a. Pengertian tes objektif

Tes objektif adalah tes yang berisi kemungkinan jawaban yang harus dipilih oleh peserta tes. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi butir soal. Peserta hanya harus memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Dengan demikian pemeriksaan atau pensekoran jawaban peserta tes sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa (Zainul dan Nasoetion, 1993). Agar tes objektif yang akan ditulis tidak melenceng dari materi yang telah diajarkan selarna proses pernbelajaran maka tes tersebut harus ditulis berdasarkan kisi-kisi. Kisi-kisi inilah yang harus menjadi pedoman bagi penulis dalam menulis setiap butir soal. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara lain:

1. Pemilihan sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus diupayakan serepresentatif mungkin.

2. Penentuan jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan apakah akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara keduanya harus diperhitungkan terutarna terkait dengan materi, jumlah butir soal, dan waktu tes yang disediakan.

3. Jenjang kemampuan berpikir yang akan diujikan. Jenjang kemampuan berpikir yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang kemampuan berpikir yang dilatihkan selama proses pernbelajaran.

4. Sebaran tingkat kesukaran. Penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal sebenarnya tergantung pada interpretasi skor yang akan digunakan. Jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan kriteria maka sebaran tingkat kesukaran butir soal tidak perlu dipikirkan tetapi jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan norma maka sebaran tingkat butir soal harus diperhatikan,

5. Waktu ujian yang disediakan. Waktu ini akan membatasi jumlah butir soal yang akan ditanyakan.

6. Jumlah butir soal. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung pada waktu ujian yang disediakan.

b. Jenis-jenis tes objektif

Secara umum ada empat tipe tes objektif, yaitu: benar salah (true-false), menjodohkan (matching), tipe jawaban singkat, dan pilihan ganda (multiple choice).

1) Tes objektif tipe benar -salah (true-false)

Tes objektif benar salah adalah tes yang terdiri dari pernyataan yang disertai dengan alternatif jawaban yaitu menyatkan pernyataan tersebut benar atau salah, atau keharusan memilih satu dari dua alternatif jawaban lainnya (Zainul dan Nasoetion, 1993). Alternatif jawaban yang dimaksud dapat berupa benar salah atau setuju tidak setuju, baik tidak baik, atau cara lain asalkan alternatif itu mutual eksklusif.

Kelebihan dari tes objektif benar salah adalah sebagai berikut:

a. Mudah dikonstruksi, maksudnya adalah bahwa untuk menulis satu tes benar salah hanya diperlukan satu pernyataan, dimana pernyataan tersebut harus berkaitan dengan tes tersebut.

b. Perangkat soal dapat mewakili seluruh perangkat pokok bahasan, ini merupakan kekuatan utama dari tes tipe benar salah.

c. Mudah dalam pensekoran, karena hanya ada dua alternatif jawaban, maka setiap butir soal (tes) hanya mempunyai dua alternatif skor, yaitu satu untuk yang mengerjakannya secara benar dan nol untuk yang menjawab salah.

d. Alat yang baik untuk mengukur fakta dan hasilbelajar langsung terutama yang berkenaan dengan ingatan. Tes tipe benar salah mengukur kemampuan dasar hasil belajar, yaitu dapat membedakan kenyatan diri yang bukan kenyataan atau dari suatu yang benar dari yang salah.

Adapun kelemahan dari tes objektif tipe benar salah adalah sebagai berikut:

a. Mendorong peserta tes (siswa) untuk menebak jawaban, karena probabilitas menjawab benar adalah 50 % maka tipe tes ini seakan mendorong para peserta tes untuk menebak jawaban walaupun mereka tidak mengetahui jawaban yang benar.

b. Terlalu menekankan pada ingatan, karena tes tipe ini memaksa penulis tes untuk menguji hasil belajar langsung yang berbentuk ingatan. Kelemahan ini lebih diperburuk jika guru atau pendidik mengkonstruksi tes yang mengambil langsung pernyataan dari buku ajar yang digunakan.

c. Meminta respon peseta didik yang berbentuk penilaian absolut. Dalam kenyataannya hasil belajar itu bukanlah sesuatu kebenaran absolut tanpa kondisi, misalnya:

1. B-S : ½ = 0,5

2. B-S : matahari terbit kemarin

3. B-S : Indonesia terdiri dari 27 provinsi.

Butir soal nomor 1 sulit dinyatakan sebagai kebenaran absolut. Butir soal nomor 2 seakan-akan merupakan kebenaran absolut. Tetapi coba kita amati apakah benar matahari terbit di seluruh permukaan bumi kemarin. Butir soal nomor 3 juga seakan-akan merupakan kebenaran mutlak, tetapi bukankah pada tahun 1945 indonesia tidak terdiri dari 27 provinsi.

Kaidah penulisan bentuk soal benar-salah, yaitu:

a. hindarkan penyataan yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, sering kali, tidak ada, tidak pernah, dan sejenisnya,

b. hindarkan pengambilan kalimat langsung dari buku pelajaran,

c. hindarkan pernyataan yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya,

d. hindarkan penggunaan pernyataan negatif ganda,

e. usahakan agar kalimat untuk setiap soal tidak terlalu panjang, dan

f. susunlah pernyataan-pernyataan benar-salah secara acak.

2) Tes objektif tipe menjodohkan (matching)

Dalam bentuk soal menjodohkan terdiri atas dua kelompok pernyataan yang paralel dan berada dalam satu kesatuan. Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari jawabannya. Dalam bentuk sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya, namun sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan agar dibuat lebih banyak daripada soalnya, karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan siswa menjawab betul dengan hanya menebak.

Contoh:

Jodohkanlah setaip jawaban yang ada di kelompok B untuk memperoleh definisi atau pengertian yang tepat dari kelompok A.

Kelompok A

Kelompok B

1. Arus Listrik

2. Kuat Arus Listrik

3. Sakelar

a. Alat listrik yang digunakan untuk menghubungkan atau memutuskan arus listrik pada suatu rangkaian listrik.

b. Aliran partikel-partikel yang bermuatan positif di dalam suatu penghantar.

c. Banyaknya muatan listrik yang mengalir pada suatu rangkaian tiap sekon (detik).

Bentuk soal menjodohkan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

a. penilaiannya dapat dilakukan dengan cepat dan objektif,

b. tepat digunakan untuk mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antaar dua hal yang berhubungan, dan

c. dapat mengukur ruang lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas.

Kelemahan dari bentuk soal menjodohkan, yaitu

a. hanya dapat mengukur hal-hal yang didasarkan atas fakta dan hafalan,

b. sukar untuk menentukan materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang berhubungan.

Kaidah dan contoh penulisan bentuk soal menjodohkan, yaitu:

a. hendaknya materi yang diajukan berasal dari hal yang sama, sehingga persoalan yang ditanyakan bersifat homogen,

b. usahakan agar pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti,

c. jumlah jawabannya hendaknya lebih banyak dari jumlah soal,

d. gunakan simbol yang berlainan untuk pertanyaan dan jawaban, dan

e. susunlah soal menjodohkan dalam satu halaman yang sama.

3) Bentuk soal jawaban singkat

Bentuk soal jawaban singkat merupakan soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Dalam bentuk soal jawaban singkat terdapat dua bentuk, yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk pertanyaan tidak lengkap.

Contoh:

- Berapakah kecepatan sebuah mobil jika jarak yang ditempuh mobil tersebut dalam waktu 1,5 jam adalah 80 km?

- Percepatan sebuah mobil jika massa mobil adalah 600 kg dan mobil bergerak dengan pengaruh gaya sebesar 20 N adalah..........

Selain itu, tes bentuk soal jawaban singkat juga cocok untuk mengukur pengetahuan yang berhubungan dengan istilah terminologi, fakta, prinsip, metode, prosedur, dan penafsiran data yang sederhana. Berikut ini merupakan contoh dalam fisika, yaitu:

- Pengetahuan tentang istilah:

Perubahan kedudukan atau posisi suatu benda karena adanya perubahan waktu disebut .......... (perpindahan).

- Pengetahuan tentang fakta:

Apa yang mempengaruhi suatu benda jika dijatuhkan selalu menuju pusat bumi? (gaya gravitasi bumi).

- Pengetahuan tentang prinsip:

Jika benda I mengerjakan gaya pada benda II, maka benda II juga mengerjakan gaya pada benda I, apakah kedua benda tersebut memiliki gaya yang besarnya sama? (kedua benda memiliki gaya yang besarnya sama, tetapi berlawanan arah).

- Pengetahuan tentang metode atau prosedur:

Alat apakah yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda? (neraca Ohaus).

- Pengetahuan tentang data yang sederhana:

Jika sebuah sepeda motor bergerak dengan kecepatan tinggi sebesar 80 km/jam, kemudian sepeda motor tersebut mengerem dan akhirnya berhenti, keadaan apakah yang dialami motor tersebut saat itu? (perlambatan).

Bentuk soal jawaban singkat mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

a. menyusun soalnya relatif mudah,

b. kecil kemungkinan siswa memberi jawaban dengan cara menebak,

c. menuntut siswa untuk dapat menjawab dengan dan tepat, dan

d. hasil penilaiannya cukup objektif.

Kelemahan dari bentuk soal jawaban singkat, yaitu:

a. kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi,

b. memerlukan waktu yang agak lama untuk menilainya sekalipun tidak selama bentuk uraian, dan

c. dapat menyulitkan pemeriksaan apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.

Selain itu, terdapat pula kaidah dan contoh penulisan bentuk soal jawaban singkat, yaitu:

  1. jangan mengambil atau menggunakan pernyataan yang langsung diambil dari buku,

b. pernyataan hendaknya mengandung hanya satu kemungkinan jawaban yang dapat diterima.

Contoh:

- kurang baik : besarnya kuat arus adalah ........

- baik : besarnya kuat arus pada rangkaian adalah ........

4) Pilihan ganda (multiple choice)

Soal dalam bentul pilihan ganda adalah bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Dilihat dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:

- Stem : pertanyaan atau pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinayatakan

- Option : sejumlah pilihan atau alternatif jawaban

- Kunci : jawaban yang paling benar atau paling tepat

- Distractor : jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.

Apabila dilihat konstruksinya maka tes pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4 atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh (distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka probabilitas menebaknya akan semakin kecil. Ada lima ragam tes pilihan ganda yang sering digunakan yaitu: melengkapi pilihan (ragam A), hubungan antar hal (ragam B), analisis kasus (ragam C), ganda kompleks (ragam D), dan membaca diagram, table, atau grafik (ragam E) (http://pustaka.ut.ac.id/learning.php).

Contoh:

Kelompok besaran berikut yang merupakan besaran pokok adalah …….

a. panjang, kuat arus, dan kecepatan

b. intensitas cahaya, berat, dan waktu

c. jumlah zat, suhu, dan massa

d. percepatan, kuat arus, dan gaya

e. panjang, berat, dan intensitas cahaya

Bentuk soal pilihan ganda mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:

a. hasil tes dapat diolah dengan cepat dan mempunyai ketetapan hasil pemeriksaan yang tinggi,

b. dalam satu kali ujian dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran. Dengan demikian validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan, dan

c. jika dikonstruksi dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses berpikir dari yang sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks (evaluasi).

Sedangkan kelemahan dari bentuk soal pilihan ganda, yaitu:

a. tes yang dibuat cenderung mengukur proses berpikir rendah kurang dapat mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi, dan

b. jika siswa tidak mengerti akan jawaban dari suatu butir soal mereka dapat menjawab dengan cara menebak,

c. menuliskan soalnya relatif lebih sulit dan lama

Kelemahan tersebut dapat diminimalkan dengan cara terus berlatih untuk menulis tes objektif yang baik, sehingga penulis benar-benar terampil dalam menulis terutama untuk menulis tes objektif yang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi dari hanya sekedar ingatan.

Selain itu, terdapat pula beberapa hal harus diperhatikan dalam menulis tes pilihan ganda agar diperoleh kualitas tes yang baik yaitu:

1. inti permasalahan yang akan ditanyakan harus dirumuskan dengan jelas pada pokok soal,

2. hindari pengulangan kata yang sama pada pokok soal,

3. hindari penggunaan kalimat yang berlebihan pada pokok soal,

4. alternatif jawaban yang dibuat harus logis, homogen, dan pengecoh menarik untuk dipilih,

5. dalam merumuskan pokok soal, hindari adanya petunjuk ke arah jawaban yang benar,

6. setiap butir soal hanya mempunyai satu jawaban yang benar,

7. hindari penggunaan ungkapan negatif pada pokok soal,

8. hindari altematif-jawaban yang berbunyi semua jawaban benar atau semua jawaban salah,

9. jika alternatif jawaban berbentuk angka, urutkan mulai dari yang besar atau yang kecil,

10. hindari penggunaan istilah yang terlalu teknis pada pokok soal, dan

11. upayakan agar jawaban butir soal yang satu tidak tergantung soal yang lain.

5.2.3 Perbedaan dan persamaan tes uraian dan tes objektif

Jika dibandingkan antara tes uraian dan tes objektif terdapat beberapa perbedaan dan persamaan (Zainul dan Nasoetion, 1993).

Perbandingan antara tes objektif dengan tes uraian

Kriteria

Tes objektif

Tes uraian

Taksonomi yang diukur

Jumlah sampel

Menyusun pertanyaan

Pengolahan

Faktor-faktor yang mengganggu hasil pengolahan.

Baik untuk mengukur pengetahuan ingatan, pemahaman, aplikasi, dan analisa. Kurang tepat untuk mengukur sintesa dan evaluasi. paling baik

Dapat mengukur lebih banyak sampel pertanyaan sehingga benar-benar mewakili materi yang diajarkan.

Menyusun pertanyaan yang baik sulit dilakukan dan memakan waktu yang banyak.

Pengolahan objektif, sederhana, dan ketepatannya (reliabilitas) tinggi.

Hasil kemampuan mahasiswa dapat terganggu oleh kemampuan membaca dan menerka.

Mendorong mahasiswa untuk lebih banyak mengingat, membuat interpretasi dan menganalisa ide orang lain.

Penyelesaian tes oleh mahasiswa dan pengolahan tes oleh dosen memerlukan waktu singkat.

Kurang baik untuk mengukur ingatan, baik untuk mengukur pemahaman, aplikasi anlisa, paling baik untuk mengukur sintesa dan evaluasi.

Hanya dapat menanyakan beberapa pertanyan sehingga kurang mewakili materi yang diajarkan digunakan cukup singkat.

Menyususn pertanyaan yang baik sulit tetapi lebih mudah dibandingkan pertanyan objektif, waktu yang digunakan cukup singkat.

Pengolahan sangat subjektif, sukar dan ketepatannya (reliabilitas) rendah.

Hasil kemampuan mahasiswa dapat terganggu oleh kemampuan menulis dan mendongeng apabila penguasaan bahan rendah.

Mendorong mahasiswa untuk mengorganisasikan, menghubungkan dan menyatkan ide semdiri secara tertulis.

Penyelesaian tes oleh mahasiswa dan pengolahan tes oleh dosen memerlukan waktu yang cukup banyak.

DAFTAR PUSTAKA

Anzwar, Saifuddin. 1987. Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Sudjana, Nana. 2004. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Nasoetion, Noehi. Suryanto Judu dan Adi. 2000. Hakikat tes, pengukuran dan penilaian. http://pustaka.ut.ac.id/learning.php. Diakses hari Jumat tanggal 18 April 2008.

Zainul, Asmawi dan Noehi Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar. Jakarta: PAU-PPAI.

---------. 2005. Ujian nasional: penilaian atau evaluasi?. http://www.fajar.co.id. Diakses hari Jumat tanggal 18 April 2008.



Tidak ada komentar: